Tertarik ngomongin topik ini sejak dengar pengajaran 2 minggu lalu di Siena ~ komunitas tempat saya bergabung.
Tujuan hidup... Smua orang (at least hampir) pasti pernah mempertanyakan hal ini. "Untuk apa saya ada di dunia?" "Untuk apa saya bekerja atau berusaha keras?" Pertanyaan biasa muncul ketika kita merasakan kekecewaan dalam hidup yang menimbulkan luka batin.
Dalam pengajaran, teman saya menceritakan sosok pemilik Apple yang ternyata memiliki masa lalu yang kelam, beliau ditolak bahkan sejak sebelum dilahirkan oleh keluarga terdekat, beliau ditinggalkan oleh orangtua dan diberikan kepada orang lain. Tapi beliau malah mengatakan bahwa hal-hal tersebut yang menjadikan dirinya seperti saat ini. Selain beliau, masih banyak tokoh sukses di dunia yang mengalami hal serupa, tapi mereka tidak diam dan mereka pada akhirnya berhasil mengatasi setiap kekecewaan dan luka batin yang diterima.
Lalu, saya merefleksikan pengajaran teman saya itu dan sharing dari teman yang lain dengan kehidupan saya sendiri.
Beberapa tahun yang lalu saya pernah mempertanyakan tujuan hidup saya. Mungkin bukan mempertanyakan secara langsung seperti itu. Tapi saya merasa ada yang hilang dari diri saya, ada yang kosong dan hampa. Perasaan yang tidak hilang walaupun sudah saya isi dengan berbagai kegiatan. Memang di tahun itu tahun terkelam dalam hidup saya *ciyeeeh*. Tahun dimana saya merasa cape sekali menjalani hidup, tahun dimana saya mendapatkan penilaian negatif dari orang yang tidak mengenal saya dan tahun dimana saya tidak dibela oleh orang yang saya pikir akan membela saya. Haha.. Walaupun tahun terkelam, saya tidak terlihat mengalami masa yang berat dan saya selalu menampilkan senyum terbaik, tapi jauh di dalam, saya lebih banyak berpikir.
Saat itu saya sedang naik kendaraan umum, hehe, memang di kendaraan umum itu waktu yang tepat untuk berpikir ^^ Saya memikirkan, saya termasuk kategori yang cukup dan tidak kekurangan, saya memiliki dan dapat memiliki apapun yang saya butuhkan. Keluarga saya cukup harmonis jika dibandingkan kebanyakan teman saya. Pendidikan saya baik dan itu juga tidak lepas dari dukungan keluarga saya. Pekerjaan yang saya miliki cukup menghidupi saya dan perusahaan tempat saya bekerja tidak jelek. Saya dapat menjalankan hobi traveling ataupun baking. But why did I feel empty? Nah pada saat berpikir saya melihat anak-anak yang sibuk bekerja mencari uang di jalanan. Lalu saya teringat akan 1 kakak kenalan saya yang aktif di kegiatan sosial bersama anak marginal. Saya berpikir, ok it might be my time to give back to society. I can be who I am now because I have a lot of supporter, wht don't l be one of the supporters for these kids?
Jadi sejak saat itu, saya menghubungi kakak itu dan banyak bertanya bagaimana supaya saya dapat ikut serta dalam kegiatan sosial. Kakak itu sangat terbuka dan mungkin karena dia kenal koko saya, saya sudah dianggap adik sendiri, haha, dia tidak meninggalkan saya sendiri dan selalu menempelkan saya dalam tim-nya. Kegiatan sosial ini sangat menyenangkan karena selain saya memberi, saya juga mendapatkan banyak pelajaran dari anak marginal yang selalu dianggap jelek oleh masyarakat dan ditinggalkan. Yang terpenting, melalui kegiatan ini, saya merasa tidak terlalu kosong.
Nah lhoo, kenapa saya mengatakan "tidak terlalu kosong" dan bukannya mengatakan saya "utuh"? Yaa biasa disaat itu, saya kembali merasa terpuruk. Kalau tidak salah ingat, saat itu saya ditusuk dari belakang oleh orang yang saya anggap teman. Hal itu membuat saya lebih berhati-hati dan menjaga jarak dengan orang di sekitar saya. Pengaruh yang sangat negatif. Hehe..
Kembali saya merenung di kendaraan umum, mempertanyakan kembali why the emptiness is still there? Hal ini membuat saya berpikir, I give back to society, but what do I do for my own community? Dalam kasus ini adalah komunitas agama saya, yaitu Katolik. Waktu kuliah saya aktif sekali dalam komunitas di dalam maupun di luar kampus, tetapi memang saya mengalami kekecewaan dan ketidaksesuaian terhadap teman komunitas di luar kampus, yang membuat saya berpikir apakah semua orang Katolik seperti ini? Kalau mereka seperti ini, buat apa saya berada didalamnya? Seiring waktu saya menjauh dan berpikir tidak perlu komunitas jika ingin melayani Tuhan. Toh saya bisa melayani siapa saja yang membutuhkan walaupun mereka tidak seagama.
Dari pemikiran dalam kendaraan umum itu dan mengingat saya sedang memiliki waktu luang karena kegiatan kuliah sudah selesai, saya mulai dengan serius mencari komunitas yang dekat dari kantor dan searah dengan rumah, tempat saya dapat melayani Tuhan. Bertemulah saya dengan Sel Katarina Siena, salah satu sel dalam Komunitas Tritunggal Mahakudus Muda Mudi. Pertama mengikuti kegiatan di Siena, saya shocked, karena kegiatan berbeda dari kegiatan Katolik pada umumnya. Berhubung saya masih baru, saya tidak memiliki tempat bertanya. Untungnya salah satu teman kuliah mengetahui bahwa saya mengikuti kegiatan komunitas itu dan berkata kalau dia juga salah satu anggotanya. Karena saya lebib dekat dengannya daripada teman-teman di Siena, saya menanyakan lebih jelas tentang komunitas. Melalui dia saya yakin bahwa komunitas ini salah satu komunitas Katolik yang ada di dunia.
Di Siena ini, perasaan hampa yang saya miliki perlahan hilang. Bukan karena teman-teman di Siena, tetapi karena kegiatan didalamnya membawa saya lebih mengenal Tuhan. Perlahan-lahan saya menyadari itulah tujuan hidup saya, mengenal Dia dan menjadi serupa dengan Nya. Masih banyak keterpurukan atau sakit hati yang saya alami atau akan saya alami kedepannya, tapi saya yakin dengan tujuan hidup saya itu, saya dapat bounce back dengan mudah.
Tujuan hidup itu menjadi resolusi saya di tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang selama Tuhan masih memberikan saya hidup di dunia ini. I'm not good and won't be good or perfect in front of Him, but at least I'll give my best as in Matthew 6:33. Terlalu mulukkah? I don't think so, karena sesungguhnya masa depan ada dan harapanmu tidak akan hilang (Amsal 23:18).